• Forever Friends •
[Mingyu’s POV]
“Minseo! Bukain pintunya!” gue berteriak ke Minseo. Minseo membukakan pintu lebar-lebar agar gue yang sedang menggendong Caca bisa lebih mudah masuk.
“Astaga! Caca kenapa ini, Kak?!” tanya Mami yang tergopoh-gopoh datang dari dapur setelah mendengar teriakan gue.
“Ntar dulu aja ya, Mi. Boleh minta tolong ambil handuk dulu nggak, Mi? Trus Minseo, pinjem baju lo dulu boleh ya? Ntar minta tolong bantuin ganti baju dia juga biar nggak masuk angin. Bawa ke kamar tamu ya” gue mencoba untuk tenang, memberi tahu Mami dan Minseo apa yang harus mereka lakukan, sementara gue menggendong masuk Caca ke kamar tamu.
Gue menidurkan Caca di atas bed cover, lalu cepat-cepat mengelap badan basah Caca menggunakan handuk yang dibawa Mami tidak lama setelah gue masuk.
“Kak, ini bajunya” Minseo datang membawa baju ganti yang gue minta.
“Kak, kamu juga bersih-bersih sama ganti baju dulu gih, ntar malah kamu yang masuk angin. Caca biar Mami sama Minseo yang urus, nanti mami bikinin teh anget juga buat dia kalo udah bangun. Oke?” ujar Mami.
“Yaudah, titip dulu ya, Mi” gue keluar dan buru-buru ke atas untuk mandi dan ganti baju.
’It’s our first meeting in a while… Tapi kenapa harus kayak gini, Ca…’
***
“Nggak usah lari-lari, Kak. Kak Caca udah siuman kok” Minseo mengingatkan gue yang dengan panik sedang lari turun tangga.
“Udah siuman, Dek? Trus gimana? Dia gapapa kan?” tanya gue ke Minseo, masih sambil setengah lari ke arah kamar tamu. Baru gue mau buka pintu, Minseo mencegat gue.
“Gapapa, masih sadar dia siapa kok. Tadi gue udah gantiin baju sama keringin rambut dia, trus bed cover-nya yang basah juga udah gue singkirin. Mami udah kasih dia minum teh anget, sekarang Kak Caca-nya lagi tidur, kecapekan kayaknya. Lo jangan gangguin dulu” jelas Minseo.
Gue menghela nafas lega. Akhirnya gue bisa tenang sedikit setelah dari tadi gue gelisah.
“Thanks, Dek”
“No prob. Ih rambut lo masih ada shamponya nih, nggak bener banget mandinya” Minseo mengambil busa shampo yang tersisa di rambut gue.
“Buru-buru, nggak bisa tenang gue jir. Eh, Mami kemana?”
“Pergi sama Papi, mereka ada reuni kan malam ini”
“Oh iya” jawab gue singkat. Mata gue dari tadi tidak lepas dari pintu kamar tamu.
“Yaudah masuk deh sana” kata Minseo.
“Hah?”
“Kasihan pintunya lama-lama bolong kali lo liatin terus. Masuk sana, tapi jangan gangguin Kak Caca loh, biarin dia tidur”
“Nggak, nggak gue gangguin. Gue cuma mau liat dia aja”
“Yaudah oke. Gue di kamar ya, kalo ada apa-apa panggil aja”
“Sip” gue lalu perlahan membuka pintu dan masuk ke kamar itu.
Gue mencoba untuk tidak membuat suara saat berjalan mendekati Caca. She’s a light sleeper, so sometimes even a small sound can wake her up. Gue jadi inget dulu waktu kita SMP, gue pernah masuk ke kamar Caca pas dia lagi tidur untuk ambil buku tulis gue yang ketinggalan di situ. Gue udah usaha banget buat nggak bikin suara apapun, tapi pas gue ambil buku tulis gue, gue nggak sengaja nyenggol pulpen sampai jatuh ke lantai. Suara gitu aja bikin Caca langsung kebangun dan nggak bisa tidur lagi.
Gue lalu duduk di samping kasur tempat Caca berbaring. Memandang wajahnya yang tetap manis walau terlihat lelah.
“Gue kangen banget, Ca…” bisik gue lembut sambil mengelus pelan punggung tangannya.
Tanpa sadar air mata gue membendung. Gue mendongak sebentar supaya air mata ini tidak jatuh. Namun gagal. Air mata gue terus keluar ketika melihat wajah Caca.
Begini ya rasanya terlalu kangen sama seseorang? Sampai-sampai ketika ketemu lagi itu rasanya cuma mau nangis aja?
Sekarang gue menunduk. Gagal menahan semua rasa yang gue ingin sembunyikan.
Lagi-lagi gue kalah dari perasaan gue sendiri.
Lagi-lagi gue cuma bisa jadi cowok cengeng yang nggak bisa berbuat apa-apa.
Lagi-lagi gue benci diri gue sendiri.
“Fucking loser” gue mengumpat pelan, menertawakan diri sendiri.
“No, you’re not…”
Suara lirih itu menghentikan tangisan gue. Gue mendongak dan mencari sumber suara itu.
“Don’t say that kind of words to yourself…” Caca berujar lirih, masih dengan mata sayu setengah terbuka. Kini dia yang berbalik mengelus pelan punggung tangan gue.
“But… I left you… I took myself away from you…”
“You did, but hey, buktinya sekarang gue di sini. Berarti lo nggak ninggalin gue gitu aja kan?” Caca berusaha bangun dan duduk, wajahnya mengkerut seperti menahan pusing.
“Kalo lo beneran ninggalin gue mah mungkin gue udah mati kedinginan tadi di luar hehe”
“Ya, gue gamau ada orang mati di depan rumah gue sih”
“True. Anyway, stop blaming yourself ‘cause you’re not wrong. I fully understand what you did, it’s for our own sake, right?”
“Maaf…”
“Ngeyel banget sih dibilangin lo ga sal- akh!” Caca tiba-tiba berhenti bicara dan memegang kepalanya.
“Pusing ya, Ca? Tiduran lagi aja deh”
“Nggak, nggak. Biarin aja ntar ilang sendiri. Paling karena kehujanan tadi”
“Lagian ngapain sih kesini pake hujan-hujanan? Zaman sekarang udah dikasih kemudahan komunikasi, tinggal chat atau telepon apa susahnya sih? Atau kalo misalnya emang gamau ngabarin ke gue kan bisa ke Mami, bisa ke Minseo. Trus tadi kan hujannya juga nggak tiba-tiba, udah mendung dari pagi, mestinya lo pergi bawa payung kek, pake jaket kek. Udah tau nggak tahan dingin, masih aja keluar mendung-mendung cuma pake baju tangan pendek. Trus Uyon tau nggak lo ke rumah gue? Ntar ada salah paham lagi. Gue gamau ya kalian berantem gara-gara gue”
Bukannya sebel, Caca malah ketawa kenceng denger omelan gue.
“Hahaha! Gila, Gyu, udah lama banget nggak diomelin sama lo kayak gini. Kangen juga hahaha omelin lagi dong!” katanya.
“Ogah. Mulut gue doang yang berbusa, lo-nya tetep aja ngeyel”
“Hehe” Caca cengar-cengir doang.
“Now tell me, kenapa lo mendadak kesini dan nggak pake bilang-bilang?” tanya gue dengan muka serius.
“Mau minta peluk” jawab Caca sambil merentangkan tangan.
“Hah?”
“Gue mau cerita tapi sambil dipeluk, kayak dulu”
Cerita sambil dipeluk. Ini kebiasaan Caca ke gue atau Rania kalau dia mau cerita sesuatu yang 100% bakal bikin dia nangis. Biasanya dia akan membenamkan mukanya di dada gue atau Rania sambil curhat. Alasannya, kalau dipeluk nggak akan kelihatan kalau dia lagi nangis, jadi dia nggak terlalu merasa bersalah sama orang yang lagi dia curhatin.
I got a bad feeling about this.
“Cepetan, Gyu, pegel nih” protes Caca.
“Ntar ada yang marah, Ca. Haha” jawab gue setengah bercanda.
Setengahnya lagi takut nggak bisa nahan perasaan gue sendiri.
Gue beneran nggak menggubris permintaan Caca, pura-pura nggak dengar.
“Lama” Caca akhirnya tidak tahan dan memeluk gue. Tangan gue, seperti sudah tau harus apa tanpa disuruh, otomatis memeluk tubuh mungil Caca.
“Kenapa ya, Gyu?” Caca memulai ceritanya. This is going to be heartbreaking, her voice is trembling even from the start.
“Kenapa ya giliran gue udah bisa terbuka ada aja yang bikin gue mundur?” Caca mulai menangis.
Gue memeluk tubuh mungilnya lebih erat lagi, menenggelamkan wajahnya di dada gue, tidak tahan melihatnya menangis. Tangan gue pun mengelus punggungnya perlahan, mencoba membuatnya tenang.
Gue bertanya-tanya dalam hati. Apa yang bikin Caca merasa seperti ini? Apa ternyata Uyon nyakitin Caca? Apa ternyata sifat Uyon tidak seperti yang Caca bayangkan (dan tidak seperti yang gue harapkan)? Atau ada orang ketiga? Atau apa?
Otak gue tidak bisa berpikir jernih, hati gue juga tidak bisa berprasangka baik. Yang disakiti ini Caca, the woman I love for more than half of my life.
Kalau sampai Caca hancur gara-gara sifat brengsek dia, I swear I'm going to find him and make him pay the cost. Gue nggak rela Caca hancur lagi karena sifat brengsek laki-laki. Gue udah cukup menyesal dengan sifat pengecut gue waktu dia menolak gue kemarin. Nggak boleh lagi ada kejadian Caca hancur karena laki-laki.
“Yang bikin mundur apa, Ca?” tanya gue hati-hati.
“It’s…” Caca menjawab masih sambil terisak.
“It’s related to that bad dream…”
What…?
***
[Author’s POV]
“Nggak mungkin” Mingyu menggeleng tidak percaya setelah mendengar cerita Caca tentang fakta yang dia temukan di hari itu.
“Beneran, Gyu”
“Kenapa lo bisa yakin itu dia?”
“Ya karena gue yang ngalamin kejadiannya waktu itu, lah? Isn’t that obvious?”
“You said you don’t remember how he looks”
Caca kehabisan kata-kata. Iya, dia selalu bilang ke Mingyu, Rania, dan keluarganya yang tau tentang hal ini kalau dia tidak ingat siapa pelakunya. Bahkan waktu ditanya oleh pihak polisi agar pelakunya bisa dilacak, Caca bilang tidak ingat. Sebenarnya, bukannya tidak ingat, dia mencoba berusaha untuk tidak mengingat orang itu. Dia berusaha untuk mengubur dalam-dalam memori tentang orang itu.
“I lied, sorry. Sebenernya gue 100% inget kayak apa tampang orang itu, walaupun gue udah coba banget untuk nggak inget. Maybe that’s why I immediately cried when I saw the picture, I think it’s my inner self who remembered that jerk…” air mata Caca mulai jatuh lagi.
“Udah ah stop nangisnya…” Mingyu memberikan beberapa lembar tisu ke Caca.
“Sorry… Padahal gue tau lo benci banget liat gue nangis hehe”
“Itu tau, makanya stop udah please”
“Iya, iya” Caca menghela napas dalam-dalam. “Okay, I think I’m good now”
“Trus, what will you do now?” tanya Mingyu.
“I don’t know. Putus?”
“For real?”
“Seneng kan lo ngaku deh haha”
“Nggak sama sekali ya, Ca. I don’t think you should do that, dia salah apa coba? Dia bahkan gatau kalo bokapnya kayak gitu” jawab Mingyu serius.
“Wow okay calm down… Gue kira lo bakal seneng denger gue mau putus…”
“Kenapa gue harus seneng denger sesuatu yang ujungnya cuma bakal bikin lo sedih lagi? I’m not that pathetic, Ca. Gue udah sadar tempat gue sekarang. Gue udah gamau egois lagi. Gue mau selalu ada buat lo, tapi tetep di batasan yang kita udah buat dari dulu. I will love you as my forever friend. Pegang kata-kata gue”
Caca menatap Mingyu dalam-dalam, lalu tersenyum lebar. Bangga sekali rasanya mendengar Mingyu akhirnya bisa berdamai dengan egonya.
“So, my forever friend, ada saran nggak gue harus apa sekarang?” tanya Caca.
“Ada banget, tapi gatau deh lo mau dengerin apa engga. Kan kadang-kadang lo batu juga” gerutu Mingyu.
“Haha ya apa dulu idenya, Gyuuu. Coba coba dikeluarin jangan ngambek dulu” Caca tertawa sambil menyenggol tubuh besar Mingyu yang duduk di sebelahnya.
“Nih, dengerin ya. Kalo lo merasa nggak kuat sama dia sekarang, gapapa, mundur dulu sedikit. Kasih pengertian ke dia kalo lo butuh waktu untuk nggak bareng dulu. Tapi ada syaratnya. Satu, lo nggak boleh ngilang, karena kalo lo ngilang dan nggak kasih tau dia kenapa, itu namanya lo egois, sama aja kayak gue ke lo dulu. Dua, lo nggak boleh sembunyiin fakta ini dari dia, dia berhak tau, mau gimana pun itu bokapnya”
“Tapi kalo dia malah yang mundur jauh setelah dia tau gimana, Gyu… Gue nggak siap…”
“Harus siap, Ca, pasti berat tapi lo nggak bisa terus-terusan menghindar”
Caca menunduk, bingung mau bereaksi seperti apa.
“Pasti bisa kok, Ca. I’m here to help if you need me. Nanti gue cerita juga deh ke Rania supaya lo gausah ngulang lagi cerita ke dia” Mingyu menyemangati Caca dengan menepuk-nepuk pundaknya. Caca membalasnya dengan senyuman manis.
‘Really can’t imagine my life without you by my side’
‘Thank you, my best friend’