• 2 in the Morning •

[Uyon's POV]

Jam 2 pagi.

Gue nggak bisa berhenti mikirin Caca.

Dia nggak kenapa-napa kan?

Tadi sampai di apartemen gue nawarin buat temenin sampe ke depan unit dia, tapi dia nolak. Dia bilang dia gapapa, padahal keliatan waktu jalan dia lemes banget. Gue cuma takut dia nggak kuat trus pingsan.

Gue tau sih pasti banyak orang yang takut sama petir, tapi yang takut sampe segininya gue baru ketemu sekali ini.

Pasti ada cerita dibalik ketakutan dia. Cerita yang tentunya gue belum tau.

Gue nggak bisa berhenti mikirin Caca.

Biasanya jam segini di layar laptop depan gue bakal ada banyak proyek-proyek yang gue harus selesaikan.

Kali ini yang kebuka malah chat room WA dengan Caca.

Kayaknya gue nggak akan bisa tidur nyenyak kalau belum tau keadaan dia sekarang.

Gue mulai mengetik di chat room itu.

U: Caca, you're okay, right..? . . U: Please tell me you're okay...

—-‐———————-

[Caca's POV]

“Jangan.... Please.... Lepasin aku....”

“Please please aku gamau... Lepasin...”

“Please lepasin..... Jangan kayak gini... LEPASIN!!!!!”

Jam 2 pagi.

Gue teriak dan langsung duduk terbangun dari tidur gue. Tanpa sadar air mata gue jatuh. Nafas gue sesak, kepala pusing, badan nggak enak.

Buat ambil minum ke dapur aja rasanya nggak kuat.

Masih sambil nangis, gue buka HP untuk menelpon seseorang.

Seseorang yang gue yakin masih bangun di jam ini.

My one-call-away friend.

Kim Mingyu.

“Halo, Ca” ujar Mingyu di telepon.

“Mingyu...” kata gue makin nangis mendengar suara Mingyu.

“Mimpi lagi ya, Ca? Tunggu ya, gue siap-siap kesana. Gausah bukain pintu, gue bawa kartu akses sama kunci” Mingyu di ujung telepon terdengar sibuk siap-siap menuju ke apartemen gue.

Gue nggak sanggup jawab karena masih nangis. Gue tutup telepon itu dan coba nenangin diri sendiri sambil menunggu Mingyu datang.

—-‐———————-

[Mingyu's POV]

Jam 2 pagi.

Gue sedang menyetir Toyota Corolla Altis gue menuju ke apartemen Caca.

Kapan ya terakhir gue ke apartemen Caca? Mungkin sebulan yang lalu?

Sebelum itu sih gue sering banget bolak-balik apartemen Caca. Sesering itu sampe gue pegang kartu akses dan kunci unitnya. Soalnya sering ada panggilan kayak sekarang ini, ketika Caca mimpi buruk lagi dan butuh orang buat nenangin dia.

Dulu biasanya Rania yang suka datang buat nenangin Caca, tapi tahun lalu waktu Rania pindah kosan dia jadi jauh sama Caca. Akhirnya tugas ini pindah ke gue yang lebih deket jarak rumahnya sama apartemen Caca.

Sejak tahun lalu juga jam biologis gue jadi berubah. Setiap hari sekitar jam 1-2 pagi pasti gue kebangun, standby kalo-kalo dapet panggilan. Kalo nggak ada panggilan baru deh gue bisa tidur lagi.

Sejak tahun lalu juga ada perasaan lain yang keluar dari diri gue setiap lihat Caca. Gue yakin perasaan ini sebenarnya sudah ada dari lama, hanya saja dia enggan untuk keluar. Takut bisa merusak persahabatan yang sudah kira-kira 15 tahun ini.

Dugaan gue salah. Perasaan ini nggak ada takut-takutnya sama sekali. Dia cepat dan liar, seakan-akan baru bebas dari sekapan. He's ready to take over my common sense, too ready.

Sebulan yang lalu gue yang bodoh ini melakukan sesuatu yang haram hukumnya bagi cewek cowok yang sahabatan:

Gue nembak Caca.

I literally asked her to be my girlfriend.

Respon Caca? Nihil.

Sampai saat ini gue nggak tau jawaban dia, nggak tau perasaan dia seperti apa.

She just act normal like nothing ever happened.

But Mingyu the coward act like a loser. He pushed himself away from Caca.

Setelah itu gue bener-bener nggak kontak Caca. Sekali pun dia yang kontak duluan, gue selalu cari alasan untuk menghindar. Ritual jam 2 pagi ini pun selalu gue hindari, berharap Caca nggak mimpi buruk lagi atau Rania bisa datang untuk Caca ketika dia butuh.

Gue gamau ketemu Caca. Gue gamau lihat muka dia. Bukan, bukan salah dia. Guenya yang takut sama diri gue sendiri.

Gue takut perasaan ini makin liar.

Tapi takdir emang suka bercanda. Minggu lalu, gue nggak sengaja ketemu Caca. Pertama kalinya sejak gue nembak dia. Hari itu ternyata dia lagi main sama Hyeri dan Minah, dan kebetulan gue lagi ada di tempat yang sama.

“Woy! Mingyu!” Hyeri teriak manggil gue.

'Ah... Mampus... Nggak bisa kabur deh'

“Coooy udah lama banget nggak ketemu! Apa kabar nih?” Minah seru sendiri nepok-nepok badan gue.

“Haha iya udah lama ya? Kabar baik kok gue” gue jawab seadanya.

Perhatian gue nggak bisa lepas ke satu cewek lagi di belakang mereka.

“Caaaa! Sini Ca ada Mingyu niiih! Eh kalo lo mah udah bosen yak ketemu mulu hahaha” kata Hyeri.

FYI, Hyeri dan Minah gatau kejadian sebulan yang lalu.

“Haha engga kok, gue kangen malah udah sebulan nggak ketemu. Sibuk banget neh orangnya, ya nggak, Gyu?” ujar Caca santai sambil melingkarkan tangannya ke lengan gue.

Iya dia santai, gue yang deg-degan setengah mati. Duh, kenapa sih Ca harus kayak gini?

“Iyaa sorry deh, tapi kemaren gue emang sibuk banget” gue bohong lagi.

“Sekarang udah nggak sibuk kan? Bilang masih sibuk nggak temen lagi” ancam Caca.

“Yah kok ngancem sih... Iya deh nggak sibuk kok sekarang, masih temenan kan? Haha”

“Okedeh, siap-siap gue gangguin tiap hari ya, Gyu! Hahahah”

Beneran digangguin. Di jam 2 pagi seperti biasa.

Gangguinnya yang lain kek, Ca... Gausah yang bikin khawatir kayak gini...

Sekarang gue sudah sampai di apartemen Caca. Gue parkir mobil seadanya dan bergegas naik lift. Sampai di unit, gue buka pintu dengan kunci yang gue pegang.

“Caca, ini gue Mingyu”

Tidak ada jawaban.

“Ca lo di kamar ya? Gue masuk ya” gue lepas sepatu dan menuju ke kamar Caca.

Belum sampai kamar, ternyata gue menemukan Caca tergeletak di depan sofa. Sekujur badan gue langsung lemas.

“Astaga, Ca?!”